Senja kemarin sudah kuabadikan untukmu. Videoku ada di WhatsApp jangan lupa hubungi, supaya kita bisa menonton bersama meski jarak memisahkan.


Dalam tiap detik rekaman, ada rinduku. Videoku sudah menunggumu di WhatsApp. Satu pesan darimu saja bisa menyalakan kembali malamku.


Videoku udah nempel manis di WA kamu. Jangan lupa hubungi biar kita bisa lanjut cerita.


Di setiap detik videoku, ada suara hatiku yang tak bisa terucap. Aku kirim ke WhatsApp jangan lupa hubungi. Rasanya seperti menunggu detik ketika kamu benar-benar hadir.


Aku kirim videoku ke WA. Itu bagian dari cerita yang hanya bisa kumiliki bersamamu.


Videoku sudah ada di WhatsApp, menunggu sentuhan jarimu. Hubungilah aku, agar jarak kita larut dalam percakapan yang hanya kita mengerti.


Nomor yang Tertinggal, Rasa yang Tersimpan


Alya baru mengganti ponsel dan memasang WhatsApp dengan nomor barunya. Belum sempat menyapa siapa pun, muncul satu pesan dari nomor tak dikenal:
“Ini videoku. Jangan dibagikan, ya.”


Rasa ingin tahu membuatnya menonton. Video itu menampilkan matahari terbenam di tepi danau, dengan suara gitar lembut di latar. Di akhir rekaman, seorang lelaki menatap kamera dan berkata pelan, “Andai kamu ada di sini.”


Alya mengira pesan itu salah kirim, tapi entah kenapa hatinya hangat. Ia membalas, “Tempatnya indah. Kamu siapa?”


Balasan datang beberapa menit kemudian:


“Raka. Nomor ini dulu milik sahabatku. Aku kirim video itu untuk mengingatnya… dan mungkin, menunggu seseorang yang mau berbagi senja.”


Sejak percakapan itu, setiap senja mereka saling mengirim video baru matahari, danau, tawa. Hingga akhirnya, mereka memutuskan bertemu di tempat yang sama seperti dalam video pertama.


Saat matahari turun ke cakrawala, Raka menatapnya dan berbisik, “Aku kira pesan itu akan hilang begitu saja. Ternyata, malah menemukanmu.”


Alya tersenyum, merasa seolah nomor yang nyasar itu memang sudah ditakdirkan untuk mempertemukan mereka.

LihatTutupKomentar